"Jaki dan Sepuluh Jalan Hidup"
Ada makna di balik jalan cerita kehidupan seseorang, jadi tetaplah menilai semua orang baik dengan apa ada nya mereka.
Di usia 26 tahun, Jaki—seorang pemuda asal Semarang—telah melihat lebih banyak sisi kehidupan daripada yang diduga orang seusianya.
Pekerjaannya sebagai sales properti memaksanya bertemu banyak orang setiap hari. Dari calon pembeli kaya raya hingga mereka yang hanya ingin sekadar bertanya harga, Jaki belajar satu hal penting: ramah kepada siapa pun, tanpa terkecuali. Dan dari sinilah hidupnya berubah. Bukan karena uang, tapi karena relasi. Karena dari relasi-relasi inilah, ia memahami arti menjadi manusia.
1. Sartono: Si Tukang Sayur yang Tidak Pernah Libur
Sartono bukan siapa-siapa di mata orang. Tukang sayur biasa. Tapi bagi Jaki, Sartono adalah contoh dari konsistensi yang membuahkan keajaiban. Setiap pagi jam 4 subuh, Sartono sudah mengayuh gerobaknya. Sekarang? Dia punya lima mobil pick-up, dua toko grosir, dan puluhan karyawan.
"Kalau kamu nunggu motivasi dulu baru kerja, kamu gak bakal jalan. Aku kerja dulu, baru motivasi datang sendiri." kata Sartono pada Jaki suatu hari.
Jaki hanya bisa terdiam. Bagi Sartono, hidup adalah disiplin, bukan inspirasi.
2. Renata: Terapis dengan Dunia Ganda
Renata, perempuan anggun dan penuh tawa. Seorang terapis pijat langganan klien-klien elite. Tapi Jaki tahu sisi lainnya. Renata suka berjudi di situs Kapten789. Anehnya, uangnya tidak pernah habis. "Aku menang karena aku tahu kapan harus berhenti. Beda sama orang yang hidupnya penuh pelarian," ucapnya sambil tertawa getir.
Jaki diam-diam sedih. Ia tahu, Renata bukan kecanduan uang—ia kecanduan rasa menang, karena dalam hidupnya, ia terlalu sering kalah.
3. Joe Taklim: Raja Kuliner Semarang
Joe dulunya teman klab futsal. Sekarang, ia pemilik lebih dari 15 tempat makan terkenal. "Gagal itu biasa. Yang penting jangan malu mulai dari jualan cireng di emperan dulu," ucap Joe.
Bisnisnya viral, masuk TV, bahkan TikTok. Tapi setiap kali ketemu Jaki, ia masih suka bawa kopi sachet buat mereka berdua, seperti dulu.
"Loyalitas itu lebih mahal dari sukses." kata Joe. Jaki mencatat dalam hati.
4. Saitama: Juara Kelas yang Kalah oleh Dunia
Dulu, ranking satu terus. Semua guru kagum padanya. Tapi sekarang, Saitama menganggur. Bukan karena malas, tapi karena tak pernah siap dunia menolaknya. Ia gagal saat wawancara kerja pertama, dan sejak itu, menyerah.
"Ternyata nilai bagus gak bikin mental kuat." katanya sambil menatap ke luar jendela.
Jaki memeluknya. Bukan karena kasihan, tapi karena paham: orang kuat pun bisa jatuh, dan butuh dipeluk, bukan dihakimi.
5. Laras: Janda Muda yang Selalu Tersenyum
Laras adalah klien Jaki. Suaminya meninggal karena kecelakaan kerja, meninggalkan dua anak. Tapi tiap ketemu, Laras selalu tersenyum.
"Aku senyum bukan karena bahagia, tapi karena gak mau anakku belajar menyerah." katanya sambil memeluk anak bungsunya.
6. Bobby: Teman SMA yang Jadi Pemulung
Jaki awalnya tak percaya itu Bobby. Dulu ketua OSIS, sekarang pungut plastik di jalan. Tapi Bobby tak malu. "Daripada minta-minta, aku kumpulin harga diri."
Itu malam pertama Jaki menangis sendirian di kamar, memeluk jaket SMA mereka yang masih ia simpan.
7. Mei Lin: Anak Konglomerat yang Ingin Mati
Cantik, kaya, mobilnya Porsche. Tapi suatu malam, ia menghubungi Jaki, minta ditemani. "Aku capek... uang gak pernah bisa ngobrol sama aku."
Jaki menatap matanya dan mengerti: kesepian tidak memilih dompet.
8. Niko: Security Kantor yang Bersuara Emas
Jaki sering pulang malam dan ngobrol sebentar dengan Niko, satpam di proyek perumahan. Suatu malam, Niko menyanyi untuknya. Suaranya memukau.
"Aku dulu pengen jadi penyanyi, tapi... harus pilih antara nyanyi atau kasih makan adik-adik."
Jaki diam lagi. Dunia ini tidak adil. Tapi orang seperti Niko tetap berdiri.
9. Tiara: Influencer 200k Follower yang Sering Kehilangan Diri
Cantik, terkenal, endorse-an banyak. Tapi dia sering cerita, dia gak tahu siapa dirinya. "Setiap hari aku harus jadi versi yang orang suka, bukan yang aku suka."
Jaki sadar: terkenal tidak berarti dikenal, apalagi oleh diri sendiri.
10. Yunus: Pria Paruh Baya yang Selalu Duduk di Taman
Yunus tak punya rumah. Tiap pagi, Jaki lihat dia duduk membaca buku. Suatu hari, Jaki bertanya.
"Apa yang kau cari, Pak?"
"Bukan cari, Nak. Aku lagi belajar."
"Belajar apa?"
"Belajar tenang, meski dunia ribut."
Penutup: Mata Jaki yang Baru
Kini, Jaki tak lagi menilai orang dari tampilan, jabatan, atau gaya bicara. Ia tahu, semua orang menyimpan luka dan cerita.
Setiap relasinya adalah guru kehidupan yang tak pernah menggurui.
"Aku bertemu banyak orang untuk jualan rumah. Tapi ternyata, yang benar-benar mereka jual... adalah cerita. Dan aku membeli semuanya dengan hati."
Semakin banyak ia belajar, semakin sedikit ia menghakimi. Dan semakin ia mengerti satu hal: tidak semua orang beruntung, tapi semua orang berjuang.